Kamis, 13 September 2012

PERAN BIOTEKNOLOGI DALAM BIOREMEDIASI LIMBAH PLASTIK DAN STYROFOAM



  MAKALAH BIOTEKNOLOGI
PERAN DALAM BIOREMEDIASI LIMBAH PLASTIK DAN STYROFOAM
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Bioteknologi
Dosen : Ina Rosdiana L, M.Si






Disusun Oleh :
DESI RATNA NINGSIH
NIM : 59461230



TARBIYAH / IPA-BIOLOGI (C)/ SEMESTER VI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2012















PERAN BIOTEKNOLOGI DALAM BIOREMEDIASI LIMBAH PLASTIK DAN STYROFOAM
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang

Istilah bioteknologi pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur Hongaria pada tahun 1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam skala besar dengan menggunakan bit gula sebagai sumber pakan. Pada perkembangannya sampai pada tahun 1970, bioteknologi selalu berasosiasi dengan rekayasa biokimia (biochemical engineering). Definisi bioteknologi apabila dapat dilihat dari akar katanya berasal dari “bio” dan “teknologi”, maka kalau digabung pengertiannya adalah penggunaan organisme atau sistem hidup untuk memecahkan suatu masalah atau untuk menghasilkan produk yang berguna. Pada tahun 1981, Federasi Bioteknologi Eropa mendefinisikan bioteknologi sebagai berikut, bioteknologi adalah suatu aplikasi terpadu biokimia, mikrobiologi, dan rekayasa kimia dengan tujuan untuk mendapatkan aplikasi teknologi dengan kapasitas biakan mikroba, sel, atau jaringan di bidang industri, kesehatan, dan pertanian.Definisi bioteknologi yang lebih luas dinyatakan oleh Bull, et. al, (1982), yaitu penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan rekayasa pengolahan bahan oleh agen biologi seperti mikroorganisme, sel tumbuhan, sel hewan, manusia, dan enzim untuk menghasilkan barang dan jasa.
1.1. Bioremediasi
Bioremediasi merupakan suatu teknologi inovatif pengolahan limbah, yang dapat menjadi teknologi alternatif dalam menangani pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan di Indonesia. Bioremediasi ini teknik penanganan limbah atau pemulihan lingkungan, dengan biaya operasi yang relatif murah, serta ramah dan aman bagi lingkungan. Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).


1.2. Limbah
Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Limbah dapat dibedakan berdasarkan nilai ekonomisnya dapat digolongkan dalam 2 golongan,yaitu: 1. Limbah yang memiliki nilai ekonomis limbah yang dengan proses lebih lanjut/diolah dapat memberikan nilai tambah. 2. Limbah non ekonomis limbah yang tidak akan memberikan nilai tambah walaupun sudah diolah, pengolahan limbah ini sifatnya untuk mempermudah sistem pembuangan. Berdasarkan sifatnya limbah dapat dibedakan menjadi : 1. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari sisa kegiatan dan atau proses pengolahan. Limbah padat dibagi 2, yaitu: a.Dapat didegradasi, contohnya sampah bahan organik, dan onggok . b.Tidak dapat didegradasi contoh plastik, kaca, tekstil, potongan logam. 2. Limbah Cair adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. 3. Limbah gas/asap adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud gas/asap.
1.2.1 Plastik
Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil, mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Oleh karena itu kita bisa hampir dipastikan pernah menggunakan dan memiliki barang-barang yang mengandung Bisphenol-A. Salah satu barang yang memakai plastik dan mengandung Bisphenol A adalah industri makanan dan minuman sebagai tempat penyimpan makanan, plastik penutup makanan, botol air mineral, dan botol bayi walaupun sekarang sudah ada botol bayi dan penyimpan makanan yang tidak mengandung Bisphenol A sehingga aman untuk dipakai makan. Satu tes membuktikan 95% orang pernah memakai barang mengandung Bisphenol-A.
                   Sekitar 20% volume sampah perkotaan berupa limbah plastik. Pada umumnya, sampah tersebut dibuang ke tempat pembuangan sampah. Oleh karena limbah plastik itu tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, akibatnya kita terus-menerus memerlukan areal untuk pembuangan sampah. Meskipun tidak beracun, limbah plastik dapat menyebabkan pencemaran tanah, selain merusak pemandangan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam mengatasi limbah plastik adalah dengan mendaur ulang, dengan incinerasi, dan dengan membuat plastik yang dapat mengalami biodegradasi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivkiC0sgHQEUlxXpJ_7VJC9SQbj9l7CMvJ4movSfFKeNB-hm7PfUDbqgklFWY1uY2uU_qG8qJpUagrhY44mck3l2qEiKdhU95L2aw-xnkJlOb0BBVkSn2oM3e-sZrgyfm23YODLma4-Mo/s320/sampah-plastik-(guim.co.uk)-depan.jpg

1. Daur Ulang

          Penanganan limbah plastik yang paling ideal adalah dengan mendaur ulang. Akan tetapi, hal itu tampaknya tidak mudah dijalankan. Proses daur ulang melalui tahap-tahap pengumpulan, pemisahan (sortir), pelelehan, dan pembentukan ulang. Tahapan paling sulit adalah pengumpulan dan pemisahan. Kedua tahapan ini akan lebih mudah dilakukan jika masyarakat dengan disiplin ikut berpartisipasi, yaitu ketika membuang sampah plastik. Dewasa ini, plastik yang cukup banyak didaur ulang adalah jenis HDPE dan botol-botol plastik.

2.      Incinerasi
       Cara lain untuk mengatasi limbah plastik adalah dengan membakarnya pada suhu tinggi (incinerasi). Limbah plastik mempunyai nilai kalor yang tinggi, sehingga dapat digunkana sebagai sumber tenaga untuk pembangkit listrik. Beberapa pembangkit listrik menggunakan batu bara yang dicampur dengan beberapa persen ban bekas. Akan tetapi, pembakaran sebenarnya menimbulkan masalah baru, yaitu pencemaran udara. Pembakaran plastik seperti PVC menghasilkan gas HCl yang bersifat korosif. Pembakaran ban bekas menghasilkan asap hitam yang sangat pekat dan gas-gas yang bersifat korosif. Gas-gas korosif ini membuat incinerator cepat terkorosi. Polusi yang paling serius adalah dibebaskannya gas dioksin yang sangat beracun pada pembakaran senyawa yang mengandung klorin seperti PVC. Untuk itu, pembakaran harus dilakukan dengan pengontrolan yang baik untuk mengurangi polusi udara.

3.      Plastik Biodegradable
      Sekitar separo dari penggunaan plastik adalah untuk kemasan. Oleh karena itu, sangat baik jika dapat dibuat plastik yang bio- atau fotodegradable. Hal itu telah diupayakan dan telah dipasarkan. Kebanyakan plastik biodegradable berbahan dasar zat tepung. Sayangnya, plastik jenis ini lebih mahal dan kelihatannya masyarakat enggan untuk membayar
http://www.earthinstitute.columbia.edu/news/2004/images/nova_ChinaMan_450.jpg 
Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah/buangan yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat sering disebut limbah domestik atau sampah. Limbah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya. Selain itu aktifitas industri yang kian meningkat tidak terlepas dari isu lingkungan. Industri selain menghasilkan produk juga menghasilkan limbah. Dan bila limbah industri ini dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.Jenis limbah pada dasarnya memiliki dua bentuk yang umum yaitu; padat dan cair, dengan tiga prinsip pengolahan dasar teknologi pengolahan limbah;
Limbah dihasilkan pada umumnya akibat dari sebuah proses produksi yang keluar dalam bentuk %scrapt atau bahan baku yang memang sudah bisa terpakai. Dalam sebuah hukum ekologi menyatakan bahwa semua yang ada di dunia ini tidak ada yang gratis. Artinya alam sendiri mengeluarkan limbah akan tetapi limbah tersebut selalu dan akan dimanfaatkan oleh makhluk yang lain. Prinsip ini dikenal dengan prinsip Ekosistem (ekologi sistem) dimana makhluk hidup yang ada di dalam sebuah rantai pasok makanan akan menerima limbah sebagai bahan baku yang baru.


Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125 juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan pihak supermarket.
Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
1.2.2. Pengertian Styrofoam
Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatnya Styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan pangan. 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana. Polistirena dibuat dari monomer stirena melalui proses polimerisasi. Polistirena foam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspensi pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing agent. Polistirena foam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara . Kemasan plastik jenis polistirena sering menimbulkan masalah pada lingkungan karena bahan ini sulit mengalami peruraian biologik dan sulit didaur ulang sehingga tidak diminati oleh pemulung.
Tidak Ramah Lingkungan Selain berefek negatif bagi kesehatan, styrofoam juga tak ramah lingkungan. Karena tidak bisa diuraikan oleh alam, styrofoam akan menumpuk begitu saja dan mencemari lingkungan. Styrofoam yang terbawa ke laut, akan dapat merusak ekosistem dan biota laut. Beberapa perusahaan memang mendaur ulang styrofoam. Namun sebenarnya, yang dilakukan hanya menghancurkan styrofoam lama, membentuknya menjadi styrofoam baru dan menggunakannya kembali menjadi wadah makanan dan minuman. Proses pembuatan styrofoam juga bisa mencemari lingkungan. Data EPA (Enviromental Protection Agency) di tahun 1986 menyebutkan, limbah berbahaya yang dihasilkan dari proses pembuatan styrofoam sangat banyak. Hal itu menyebabkan EPA mengategorikan proses pembuatan styrofoam sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia. Selain itu, proses pembuatan styrofoam menimbulkan bau yang tak sedap dan melepaskan 57 zat berbahaya ke udara. Dengan sifat-sifatnya seperti itu, sudah selayaknya kita lebih berhati-hati menggunakan styrofoam. Kalau hendak menggunakan styrofoam untuk menjaga makanan tetap hangat, sebaiknya makanan dimasukkan terlebih dahulu dalam wadah tahan panas dan dijaga tidak ada kontak langsung dengan styrofoam. Alternatif Penggunaan Styrofoam Namun ternyata di balik semua itu, ada sedikit manfaat dari styrofoam, yaitu pembuatan batako berbahan baku styrofoam. Pembuatan batako dari styrofoam sangat sederhana sehingga tidak perlu keahlian khusus. Yang penting takaran bahan bakunya tepat. Bahan baku styrofoam memang mendapat porsi lebih banyak dibandingkan dengan bahan baku lainnya. Komposisinya 50% styrofoam, 40% pasir, dan 10% semen. Penggunaan styrofoam bisa menghemat 50% kebutuhan pasir ketimbang penggunaan batu bata. Bahan baku styrofoam juga lebih unggul dibandingkan dengan semen karena dalam styrofoam terkandung banyak serat. Ini membuat fondasi bangunan yang menggunakan styrofoam lebih kuat. Uji coba pernah dilakukan Universitas Gajah Mada terhadap batako dari styrofoam. Bahan material styrofoam ternyata tahan gempa. Maka dari itu, batako jenis ini disarankan sebagai bahan material rumah agar bangunan lebih kokoh. Sifat styrofoam yang mengikat akan membuat batako kuat. Cocok untuk daerah rawan gempa dan bangunan yang tinggi.
1.2.3 Proses Bioremediasi
Proses bioremediasi harus memperhatikan antara lain temperatur tanah, derajat keasaman tanah, kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan tanah, lokasi sumber pencemar, ketersediaan air, nutrien (N, P, K), perbandingan C : N kurang dari 30:1, dan ketersediaan oksigen. Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutann secara biologi dalam kondisi terkendali. Penguraian senyawa kontaminan ini umumny melibatkan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri). Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan biodegradasi adalah dengan cara yang pertama menggunakan mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik), kedua memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi dan aerasi (biostimulasi), dan yang ketiga penambahan mikroorganisme (bioaugmentasi). Ada dua jenis bioremediasi, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Sementara bioremediasi ex-situ atau pembersihan off-side dilakukan dengan cara tanah yang tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba. Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan bioremediasi in-situ. Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dlm bioremediasi: 1. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb 2. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus. 3. Penerapan immobilized enzymes 4. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar. Bioremediasi ex-situ meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Kelemahan bioremediasi ex-situ ini jauh lebih mahal dan rumit. Sedangkan keunggulannya antara lain proses bisa lebih cepat dan mudah untuk dikontrol, mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.



2.1.  Manfaat Bioremediasi
Bioremediasi telah memberikan manfaat yang luar biasa pada :
1.    Bidang Lingkungan, yakni, pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah tersebut menjadi ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam lingkungan yakni telah membantu mengurangi pencemaran dari pabrik, misalnya saat 1979, supertanker Exxon Valdez di Alaska, lebih dari 11juta gallon oli mentah mengalir, tetapi bakteri pemakan oli membantu mengurangi pencemaran laut yang lebih jauh lagi.
2.    Bidang Industri, yakni bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan semangat industri sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus bergerak dibidang bioremediasi, contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products, Inc., di San Clemente, Calif.
3.    Bidang Ekonomi, karena bioremediasi menggunakan bahan bahan alami yang hasilnya ramah lingkungan, sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah memerlukan modal dan biaya yang jauh lebih, sehingga bioremediasi memberikan solusi ekonomi yang lebih baik.
4.    Bidang Pendidikan, penggunaan microorganisme dalam bioremediasi, dapat membantu penelitian terhadap mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas.Pengetahuan ini akan memberikan sumbangan yang besar bagi dunia pendidikan sains.
5.    Bidang Teknologi, bioremediasi memberikan tantangan baru bagi teknologi untuk terus memberikan inovasi yang lebih baik bagi lingkungan.
6.    Bidang Sosial, bioremediasi memberikan solusi ekonomi yang mudah dijangkau dan mudah dilakukan baik bagi rumah tangga dan industri. Dengan begini, limbah rumah tangga dapat dikelola jauh lebih baik.
7.    Bidang Kesehatan, dengan pengelolaan limbah yang baik, pencemaran dapat diminimalisir sehingga kualitas hidup manusia jauh meningkat.
8.    Bidang Politik, isu lingkungan dapat lebih ditekan sehingga para petinggi dapat memfokuskan masalah ke lingkup lain, Bahkan bioremediasi dapat membantu memperbaiki masalah yang berkesinambungan didalamnya.

BAB III
3.1 Kesimpulan

Bioteknologi memberikan solusi baru dalam lingkungan yang disebut dengan bioremesiasi. Bioremediasi menggunakan mikroorganisme dalam membantu mendegradasi limbah plastik dan Styrofoam. Plastik dan Styrofoam merupakan hasil produk pabrik yang paling sering digunakan, karena itu jumlah produk ini menjadi sangat banyak. Namun kelemahan dari produk ini adalah sulit dan lama waktu terurainya, dan kedua produk ini dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, peran bioremediasi disini adalah membantu mengurai limbah ini menggunakan mikroorganisme yang produk hasilnya juga ramah lingkungan.
3.2 Saran
Bioremediasi memberikan solusi baru bagi kualitas hidup lingkungan, oleh karena itu penerapan bioremediasi baik skala kecil dan skala besar dapat dilakukan. Dlam lingkungan universitas, bioremediasi dapat diterapkan karena skala limbah di universitas cukup banyak. Dengan memilah limbah tersebut, dan membioremediasikannya, maka penelitian tentang bioremediasi dapat dilakukan dengan lebih lanjut, mengingat universitas yang memiliki progam pendidikan sains tentunya memiliki fasilitas yang menunjang.








Daftar Pustaka
Anonim .2008. “Kemasan Polystirena Foam (Styrofoam)” . Info POM(Vol 9 No. 5, September 2008). Jakarta.
A. Suwanto. 1998. Bioteknologi molekuler: Mengoptimalkan manfaat keanekaan hayati melalui teknologi DNA rekombinan (in Indonesian). Bogor: IPB.
Fumento, Michael. 2003. Bioevolution: How Biotechnology Is Changing Our World . United State of America : Encounter Books.